Assalamualaikum Saudara dan Saudari ku...

Salam sejahtera untuk kita semua....
Semoga kita selalu berada dalam lindungan Allah S.W.T.....Amin

Kamis, 10 Mei 2012

TAHAPAN MENYIMAK MENURUT “HUNT”


MAKALAH

TAHAPAN MENYIMAK
MENURUT
“HUNT”



Oleh :
M.YUSUF
Kelas : 1. A
Bahasa dan Sastra Indonesia


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
( S T K I P )
YAPIS DOMPU


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum...war...wab...
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kekuatan kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata kuliah Ket.Menyimak tentang Tahapan-tahapan menyimak menurut HUNT dengan baik dan tepat pada waktunya.
Menyimak adalah mendengarkan serta memerhatikan baik-baik apa yang dibaca atau diucapkan oleh si pembicara serta menangkap dan memahami isi dan makna komunikasi yang tersirat di dalamnya. Dalam hal mendengarkan atau memerhatikan orang membaca atau orang yang bercakap, penyimak menerima keterangan melalui rangkaian bunyi bahasa dengan susunan nada dan tekanan suara orang yang membaca atau bercakap. Jika pembicara dan pembaca dapat melihat, maka penyimak akan dapat melihat gerak muka dan gerak tangan pembicara seperti, bibir, mimik, dan sebagainya. Jika penyimak menyimak lewat media bantu seperti tape recorder, maka si penyimak hanya dapat menyimak bunyi bahasa yang disampaikan oleh si pembicara.
Tidak lupa pula saya khaturkan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada bapak Dosen serta teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada saya, sehingga saya bisa dan mampu mengetahui dari hal-hal yang belum pernah saya ketahui menjadi sesuatu yang sangat bermakna dan berarti bagi saya pribadi khususnya.
Saya sadar, bahwa dalam penyusunan makalah ini, terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik maupun saran dari teman-teman yang bersifat membangun, sangat saya harapkan untuk perbaikan dan penambahan dilain waktu dan dilain kesempatan.
Demikian uraian singkat dari saya, semoga dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca makalah ini nantinya.



Wassalam,
Dompu, 10 Desember 2011




Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN

I.         Latar belakang

Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan memberikan pengetahuan kebahasaan agar murid mampu menguasai bahasa Indonesia sebaik-baiknya. Untuk mencapai tujuan ini maka, pada dasarnya ada empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh murid secara baik dan benar sebagaimana tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu keterampilan menyimak (listening skill) keterampilan berbicara (speaking skill), keterampilan membaca (reading skill), dan keterampilan menulis (writing skill).
Dari keempat keterampilan berbahasa (language skill) yang dikemukakan di atas, hanya keterampilan menyimak yang akan menjadi perhatian dalam makalah ini karena pada umumnya pengetahuan diperoleh melalui keterampilan menyimak. Setiap orang mendengar berita-berita melalui media massa maupun informasi melalui tatap muka, saat itu telah berlangsung pula kegiatan menyimak. Oleh karena itu, pengajaran menyimak mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah dasar sebab kemampuan menyimak yang baik adalah kondisi awal untuk menghasilkan prestasi belajar yang baik.

II.      Tujuan

Adapun beberapa tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Meningkatkan pemahaman dan tanggapan seorang tentang Menyimak.
2.    Meningkatkan pemahaman dan tanggapan seorang tentang menyimak dengan cara bertahap.

III.   Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Menyimak ?
2.    Bagaimanakah cara melakukan Penyimakan secara bertahap ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.          Pengertian Menyimak
Orang tua sering memberikan nasihat kepada putra-putrinya yang berbunyi, kalau orangtua sedang bicara, jangan hanya sekedar mendengar saja, masuk dari telinga kiri keluar dari telinga kanan, tetapi simaklah, dengarkanlah baik-baik, masukkan ke dalam hati.
Apabila kita memerhatikan cuplikan di atas, maka menyimak sangat dekat maknanya dengan mendengar dan mendengarkan. Namun, kalau kita pelajari lebih jauh, ketiga kata itu terdapat perbedaan pengertian. Mendengar didefinisikan sebagai suatu proses penerimaan bunyi yang datang dari luar tanpa banyak memerhatikan makna dan pesan bunyi itu. Sedangkan menyimak adalah proses mendengar dengan pemahaman dan perhatian terhadap makna dan pesan bunyi itu. Jadi, di dalam proses menyimak sudah termasuk mendengar, sebaliknya mendengar belum tentu menyimak. Di dalam bahasa Inggris terdapat istilah “listening comprehension” untuk menyimak dan “to hear” untuk mendengar.
Menyimak merupakan proses pendengaran, mengenal dan menginterprestasikan lambang-lambang lisan, sedangkan mendengar adalah suatu proses penerimaan bunyi yang datang dari luar tanpa banyak memerhatikan makna itu. Dengan kata lain menurut Tarigan (1993: 19): “Dalam proses menyimak juga terdapat proses mendengar, tetapi tidak selalu terdapat proses menyimak di dalam suatu proses mendengar.”
Kalau keterampilan menyimak dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain, seperti keterampilan membaca, maka kedua keterampilan berbahasa ini berhubungan erat, karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Perbedaannya terletak dalam hal jenis komunikasi. Menyimak berhubungan dengan komunikasi lisan, sedangkan membaca berhubungan dengan komunikasi tulis. Dalam hal tujuan, keduanya mengandung persamaan, yaitu memperoleh informasi, menangkap isi, memahami makna komunikasi.
Dari uraian di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa menyimak adalah mendengarkan serta memerhatikan baik-baik apa yang dibaca atau diucapkan oleh si pembicara serta menangkap dan memahami isi dan makna komunikasi yang tersirat di dalamnya. Dalam hal mendengarkan atau memerhatikan orang membaca atau orang yang bercakap, penyimak menerima keterangan melalui rangkaian bunyi bahasa dengan susunan nada dan tekanan suara orang yang membaca atau bercakap. Jika pembicara dan pembaca dapat melihat, maka penyimak akan dapat melihat gerak muka dan gerak tangan pembicara seperti, bibir, mimik, dan sebagainya. Jika penyimak menyimak lewat media bantu seperti tape recorder, maka si penyimak hanya dapat menyimak bunyi bahasa yang disampaikan oleh si pembicara.


B.           Tahapan-tahapan dalam Menyimak
Selain tahapan-tahapan menyimak menurut srickland dan Anderson, terdapat juga pakar lain yang mengemukakan pendapatnya tentang tahapan-tahapan dalam menyimak, yaitu Hunt. Menurut Hunt, ada 7 tahapan dalam menyimak yaitu :
1.            Isolasi
2.            Identifikasi
3.            Integrasi
4.            Inspeksi
5.            Interpretasi
6.            Interpolasi
7.            Intropeksi
Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut :
1.            Isolasi (pemisahan/memisahkan)
Isolasi(memisahkan) yang dimaksud dalam tahapan ini ialah sang penyimak harus bisa mencatat aspek-aspek kata lisan yang disimak dan mampu memisahkan atau mengisolasikan bunyi-bunyi, ide-ide, fakta-fakta, organisasi-organisasi khusus yang dilontarkan oleh pembicara itu sendiri.
Pada tahapan ini juga sang penyimak harus bisa menyikapi hal-hal yang dianggap menggaggu  agar mencapai proses penyimakan yang baik dan benar. Dalam tahap inilah, sang penyimak mampu mengisolasikan hal-hal atau sesuatu yang disimak. Hal itu dilakukan agar bisa mengambil dan mengutip hasil yang baik dan benar didalam proses menyimak..
Contoh :
Ketika seseorang menyimak sebuah berita disebuah station televisi, sang penyimak mencatat hal-hal yang dianggap penting dan membedakan setiap bunyi atau suara yang dilontarkan oleh pembicara itu sendiri.

2.            Identifikasi (menentukan atau menetapkan)
Dalam tahapan menyimak ini. Seseorang mampu mendata, mencatat apa yang sedang dibicarakan tentang hal-hal yang dianggap penting dan bermanfaat bagi kita. Dalam hal ini apabila stimulus tertentu sudah dapat dikenal atau kita ketahui maka suatu makna atau identitas pun bisa kita tetapkan atau diberikan kepada setiap butir-butir atau hal-hal yang berdikari atau berdiri sendiri itu.

3.            Integrasi (Penyatuan/menyatukan)
Pada tahapan ini, kita harus bisa menyesuaikan atau menyatupadukan sesuatu yang kita dapatkan sekarang dengan informasi lain yang telah miliki yang telah tersimpan dan terekam dalam memori atau otak kita sebelumnya. Hal ini dilakukan agar kita bisa mendapatkan hasil penyimakan yang lebih baik dan akurat.
Hal ini bermaksud, agar mampu menyesuaikan atau membandingkan hasil penyimakan dengan informasi yang telah kita ketahui sebelumnya.
Contoh : ketika kita menyimak sebuah pidato/pengumuman, kita biasanya akan melakukan penyimakan dengan baik. Akan tetapi pengumuman tersebut masih membutuhkan penjelasan dan gambaran yang lebih jelas lagi. Nah disitu kita akan mampu menyatukan/membandingkan antara informasi yang didapat pada yang pertama dengan informasi yang didapat kemudian(yang dihadapi).
              
4.            Inspeksi
Pada tahap ini, ketika kita mendapat informasi-informasi baru yang kita terima atau yang kita dapatkan, kita bisa membandingkan atau memeriksa kembali dengan informasi yang telah kita miliki sebelumnya yang berkaitan dengan hal tersebut. Hal ini kita lakukan agar supaya kita bisa mengetahui mana yang bisa kita gunakan dan mana yang tidak layak untuk kita lakukan.
Dalam tahapan ini sebenarnya memiliki sedikit kesamaan dengan tahapan integrasi, hanya saja dalam tahapan ini kita dituntun untuk mampu memeriksa dan menilai kembali  informasi yang kita dapatkan dengan pengetahuan kita sendiri.
Contoh : ketika orang tua/orang lain memberikan pengertian(motivasi) kepada kita, kita kadang tidak sepenuhnya langsung  melakukannya, kita harus bisa membandingkan dan memikirkan(menilai) apakah mampu kita lakukan atau pantas(baik) untuk kita terapkan.

5.            Interpretasi
Pada tahap ini, kita secara aktif mengevaluasi sesuatu yang kita dengar dan menelusuri dari mana datangnya semua informasi itu. Dalam kegiatan penyimakan ini juga kita bisa memberikan kesan atau pendapat kita agar dalam proses evaluasi bisa terlaksana dengan baik, tidak dengan secara setengah-setengah.
Dalam tahapan ini bermaksud, bahwa ketika kita dalam proses kegiatan penyimakan, kita boleh meluangkan segala  pendapat atau opini kita, namun tidak menegahi atau membantah ketika orang sedang berbicara. Hal ini dilakukan agar supaya didalam proses perbandingan atau pengevaluasian bisa mendaptkan hasil yang maksimal dan baik. Dalam arti tidak secara bertahap atau setengah-setengah.

6.            Interpolasi
Pada tahapan ini, selama proses penyimakan kita tidak ada pesan yang membawa makna dalam atau berguna dan memberi informasi yang bermanfat bagi kita, maka tanggung jawab kita sendiri untuk menyediakan serta memberikan data-data dan ide-ide penunjang dari latar belakang pengetahuan dan pengalaman kita sendiri untuk mengisi serta memenuhi butir-butir pesan yang kita dengar.
Dalam tahapan ini bermaksud, bahwa ketika informasi yang didapatkan atau yang disimak tidak berguna atau tidak lengkap menurut kita, maka untuk menyempurnakannya, kita harus menyediakan serta memberikan informasi atau ide-ide penunjang yang berkaitan dengan hal-hal yang kita simak, agar informasi yang kita anggap tidak lengkap tadi bisa terlengkapi dan terisi dengan baik dan secara sempurna.
Contoh : kita melakukan penyimakan melalui Televisi atau radio, akan tetapi informasi yang disampaikan tidak mampu kita pahami dan dicerna, akan tetapi informasi tersebut mampu kita nilai atau telusuri dengan pemahaman atau pengalaman yang telah ada dalam otak kita sebelunya. Jadi, ketika ada orang lain yang menanyaka tentang informasi tersebut, kita tidak kebingungan lagi menyampaikannya.

7.                        Intropeksi
Setelah kita melakukan proses penyimakan, kita bisa menilai serta menguji informasi-informasi yang baru kita dapatkan, dengan pengalaman atau pengetahuan yang kita miliki, agar kita bisa menerapkan dan melakukannya pada keadaaan maupun situasi kita sendiri. Baik di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga terdekat kita.

Jika kita amati uraian di atas, sebenarnya sama-sama memiliki keterkaitan dan ketergantungan. Supaya kita mendapatan hasil yang maksimal dan baik serta berguna untuk kita, maka setidaknya kita harus mampu melewati beberapa tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh “HUNT” tersebut. Walaupun hal itu kita melakukannya tidak secara menyeluruh dan sekaligus.
Dengan adanya ke-7 tahapan tersebut di harapkan juga agar kita bisa melakukan proses penyimakan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Dimana, sebagian besar orang mengatakan bahwa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih baik dan banyak ialah dengan melalui proses penyimakan. Apabila kita mampu melaksanakan dan menerapkan ke-7 tahapan menyimak diatas, pasti kita akan mendapatkan informasi-informasi dengan baik, tepat, serta akurat.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah menelaah ketujuh tahap tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa didalam melakukan suatu proses menyimak yang baik itu tidak hanya merupakan mendengar secara pasif tetapi suatu kegiatan atau aktivitas yang menuntut partisipasi, keikutsertaan, keterlibatan sang penyimak terhadap hal-hal yang disimak. Agar kita bisa mendapatkan hasil yang lebih baik dan maksimal.
Menyimak  juga merupakan sebuah proses mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menafsirkan, menilai, dan mereaksi makna.


Daftar Pustaka
 
Ahmad, Mukhsin. 1990. Strategi Belajar-Mengajar Ketrampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra.Malang: Y A 3
Henry Guntur. 1980.Menyimak sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung: Angkasa

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005
Tentang
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN


Disusun Oleh:
Marlina
Hadi Pria Ramadhan
M. Yusuf
Endang
Lia Fitriana


JURUSAN BAHASA & SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
( S T K I P )
YAPIS DOMPU 2011/2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan memberikan implikasi terhadap masing-masing daeah untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini maka akan terdapat variasi baik pengelolaan maupun perolehan pendidikan pada masing-masing daerah tersebut. Dengan demikian, kurikulum konvensional-sentralistik yang berlaku untuk semua daerah dan lapisan masyarakat tampaknya sudah tidak relevan lagi diterapkan saat ini. keadaan seperti itu memberikan konsekuensi terhadap perubahan paradigma tentang kurikulum sekolah di mana diperlukan suatu kurikulum yang dapat mengakomodasi semua potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah (Asep Herry Hernawan, 2007. ”Kurikulum.
Berdiversifikasi Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dalam aturan tersebut ditetapkan pula kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender pendidikan/akademik. Kurikulum tingkat satuan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Pemahamannya adalah pada tingkat satuan pendidikan, yaitu sekolah harus dikembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sebagai pelaksanaan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanana undang-undang tersebut. Peraturan Pemerintah yang telah dikeluarkan dan harus segera dilaksanakan penyesuaian-penyesuaian aturan dibawahnya adalah Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan mengatur tentang stndar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, stadar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Ketentuan Umum PP No 19 2005 Standar Nasional Pendidikan ?
2. Bagaimana Ruang Lingkup, Fungsi dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  KETENTUAN UMUM PP NO 19 THN 2005 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN.
Dalam Peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.         Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.         Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
3.         Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
4.         Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5.         Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
6.         Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
7.       Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
8.         Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
9.         Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
10.     Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
11.     Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
12.     Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.
13.     Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
14.     Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
15.     Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

16.     Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
17.     Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
18.     Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
19.     Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
20.     Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
21.     Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
22.     Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.
23.     Departemen adalah departemen yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
24.     Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.

25.     Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
26.     Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
27.     Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
28.     Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

B.  RUANG LINGKUP, FUNGSI DAN TUJUAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
A.     Ruang Lingkup Standar Pendidikan Nasional Meliputi :
1.         STANDAR ISI
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan untuk setiap program studi. Kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan. kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggiprogram Sarjana dan Diploma wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan, serta mata kuliah Statistika, dan/atau Matematika. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kedalaman muatan kurikulum pendidikan tinggi diatur oleh perguruan tinggi masing-masing. Beban SKS minimal dan maksimal program pendidikan pada pendidikan tinggi dirumuskan oleh BSNPdan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.Beban SKS efektif program pendidikan pada pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruantinggi.Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan.
2.         STANDAR PROSES
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
1.    Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
2.    Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
3.    Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik.
4.    Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis. Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
3.      STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
1.    Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
2.    Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
3.    Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
4.    Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
5.    Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.

4.      STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
1.    Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:
a.         Lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program diploma;
b.         Lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan
c.         Lulusan program doktor (S3) untuk program magister (S2) dan program doktor (S3).
2.    Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir a, pendidik pada program vokasi harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.
3.    Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir b, pendidik pada program profesi harus memiliki sertifikat kompetensi setelah sarjana sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.
4.    Tenaga Kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.
5.    Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
6.    Tenaga Kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.
7.    Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

5.      STANDAR SARANA DAN PRASARANA
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Standar jumlah peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik. Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan.Standar sumber belajar lainnya untuk setiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumberbelajar terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar dan karakteristik satuan pendidikan. Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat. Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio luas lahan per peserta didik. Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik. Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan lingkungan. Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Standar rasio luas bangunan per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan tinggi adalah kelas A. Pada daerah rawan gempa bumi atau tanahnya labil, bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar bangunan tahan gempa. Standar kualitas bangunan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), dan (5) mengacu pada ketetapan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kriteria penyediaan akses sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 46 menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan. Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai. Pengaturan tentang masa pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai 47 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

6.      STANDAR PENGELOLAAN
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.

(1)   Setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang:
a.       Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;
b.      Kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
c.       Struktur organisasi satuan pendidikan;
d.      Pembagian tugas di antara pendidik;
e.       Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;
f.       Peraturan akademik;
g.      Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
h.      Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat;
i.        Biaya operasional satuan pendidikan.
(2)   Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun.
(3)   Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.       Kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur;
b.      Jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya;
c.       Mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan pada semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila ada;
d.      Penugasan pendidik pada mata pelajaran atau mata kuliah dan kegiatan lainnya;
e.       Buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing mata pelajaran;
f.       Jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembelajaran;
g.      Pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan habis pakai;
h.      Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program;
i.        Jadwal rapat dewan dosen dan rapat senat akademik untuk jenjang pendidikan tinggi;
j.        Rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun;
k.      Jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir.
Untuk jenjang pendidikan tinggi, rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui oleh lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel. Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus mendapat persetujuan dari lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku.
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan. Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, dan pengawas atau penilik satuan pendidikan.
Untuk jenjang pendidikan tinggi, laporan oleh kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Menteri, berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
Setiap pihak yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) wajib menindak lanjuti laporan tersebut untuk meningkatkan mutu satuan pendidikan, termasuk memberikan sanksi atas pelanggaran yang ditemukannya.
Menteri menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

7.      STANDAR PEMBIAYAAN
(1)      Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
(2)      Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
(3)      Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan leh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
(4)      Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.       Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
b.      Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c.       Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
(5)      Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

8.      STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
1.    Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
a.       Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
b.      Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
2.    Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

B.       Fungsi Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

C.      Tujuan Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BAB III
SIMPULAN

1.                  Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan ini memiliki fungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Di samping itu, Standar Nasional Pendidikan memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. ( bab II pasal 3-4 )
2.                  Dari kedelapan standar nasional diatas dapat kita simpulkan bahwa pada akhirnya akan bermuara pada suatu tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (lihat pasal 4). Oleh karena itu, pemerintah mewajibkan setiap satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilakukan secara bertahap, sistematis dan terencana serta memiliki target dan kerangka waktu yang jelas agar dapat memenuhi atau bahkan melampaui standar nasional pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA


E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006

H.A.R. Tilaar, Standarissasi Pendidikan Nasional : Satuan Tinjauan Kritis, Jakarta: Rineka Cipta, 2006
Asep Herry Hernawan, 2007. ”Kurikulum.